Headlines News :
Home » , » Muchid Rahmat, Berkarya Sambil Menggelitik Rasa

Muchid Rahmat, Berkarya Sambil Menggelitik Rasa

Written By Admin on Saturday, December 6, 2008 | 1:08 AM







Berbicara tentang karya-karya kartun Muchid Rahmat, lajang kelahiran Kaliwungu, Kendal (Jawa Tengah) 27 Juli 1968 ini, rasanya saya kekurangan kata, kehabisan ungkapan. Betapa tidak? Lihat saja karya-karya yang tertayang di samping artikel ini; terlihat sekali keluasan wawasan dan kemahiran teknis Muchid sangat membanggakan dan kaya panorama.
Selain penghargaan di tingkat internasional dan nasional yang pernah dia peroleh, ada hal menarik yang tak perlu mempersoalkan itu semua; yaitu kematangan dalam berkarya. Tawaran-tawaran gagasannya senantiasa menimbulkan renungan-renungan dan gelitik inspirasi. Salah satu contoh, kartun berjudul “Hidup Harmonis” adalah gambaran sebuah paradoks manusia modern yang bingung dalam konsep dan tak jelas dalam berorientasi. Sentilan itu mengarah pada sejumput elit kita yang telah beku nalar dan hati nuraninya.
Pada karya “Infus Moral” kita mendapatkan sebuah ironi yang hingga kini tak kunjung selesai. Kursi itu adalah gambaran kekuasan dan manusia yang bakal duduk di atasnya. Mengapa bukan langsung orang yang duduk di kursi yang perlu dirawat dan diberi infus moral? Karena kursi sebagai simbol lembaga pun telah menyalahi fungsi dan menjadi preseden dari sebuah penyimpangan yang mentradisi.
Pada kartun yang menggambarkan seorang petugas yang tampak sedang mencari penjahat dan menggunakan anjing pelacak sebagai partner penyidikan, ternyata si anjing beraksi tanpa peduli skenario tuannya; ia justru menemukan tanda-tanda pada jejak kaki petugas itu sendiri. Ini pesoalan rumit yang menjadi perbincangan ramai di negeri kita saat sibuk melakukan gerakan pemberantasan korupsi. Bagaimana masyarakat tidak gemas dan geram jika melihat fungsi polisi yang seharusnya melindungi masyarakat malah melakukan hal yang sebaliknya. Begitu juga sebagian jaksa, hakim dan para penegak hukum lainnya.
Bila tatanan dan sistem telah diacak-acak, terutama oleh para elit yang seharusnya memberikan teladan pada masyarakat; bila hukum telah dilanggar atas nama kekuasaan; bila masyarakat kehilangan kepercayaan pada para pemimpin bangsa, maka bangsa ini sudah harus siap-siap menyelematkan diri masing-masing karena negara telah “tidak berfungsi “ sebagaimana yang diamanatkan: dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Pengangguran meluas, korban lumpur Lapindo tak kunjung beres, ekspor produk dalam negeri macet karena negeri pengimpor lagi meriang dilanda krisis finance dan mungkin juga ekonomi; dollar Amerika Serikat yang makin mengunyah-kunyah rupiah; sepertinya bangsa ini perlu waspada. Waspada pula bila para kartunis semakin tak tahan untuk tidak membuat karikatur dan beropini tentang kondisi negara dan bangsa; maka siap-siaplah kita semua akan melihat keadaan yang silang sengkarut ini dalam goresan kartunis kritis dan komedis mereka. Siap-siaplah untuk cemberut atau tersenyum dengan nyali ciut dan hati kecut.
Tetapi, tidak semua manusia Indonesia bertingkah laku dan bertindak mencemaskan. Ada satu dua pemimpin bangsa yang waskita terhadap situasai yang ada. Ibarat sekolam air, sebagai bangsa yang sangat berpengalaman dalam penderitaan dan berbagai cobaan, kita pasti dapat membedakan kolam yang keruh dan berbau dengan kolam yang jernih dan mencerahkan. Itulah makna dan fungsi paling hakiki sebagai rakyat; suka tidak suka, kita harus mau memilih. Harus menimbang-nimbang pilihan, meskipun kadang yang ada adalah yang tidak jelek di antara yang jelek. So...apa boleh buat! Pilkada, pemilu seringkali hilir mudik di sekitar kerja kita sebagai insan kreatif; tak terkecuali bagi para kartunis; tak terkecuali bagi Muchid Rahmat. Ujung dari semua keriuhan dan dinamika itu tak lain tak bukan adalah...ekonomi alias kemulyaan alias penghasilan. Lumayan kalau untuk kemanfaatan umat manusia lainnya; kalau untuk diri sendiri dan partai saja, di mana komitmennya kepada rakyat dan umat manusia Indonesia?
Masih mending memeta kerja kartunis; dalam penghasilannya terdapat formula kerja kerasnya dalam mencari ide, dalam memvisualkan gagasan dan dalam menawarkan kreativitas; yang bila direnung-runangkan semua itu berdaya gugah demi cerdasnya pola pikir masyarakat dan pencerahan bagi situasi yang penuh polusi dan pengingkaran terhadap amanat penderitaan rakyat.
Darminto M Sudarmo, penulis dan pengamat humor.
Share this article :

0 comments:

Amir Taqi's Works

Amir Taqi's Works

Popular Posts

Related Blog or Site

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Kostum - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger | Distributed by Rocking Templates