Headlines News :
Home » , , , » Tiga Tulisan Gila Tandi Skober

Tiga Tulisan Gila Tandi Skober

Written By Admin on Wednesday, June 17, 2009 | 11:22 PM




LSI, SBY-BERBUDI DAN DARMINTO
Sebuah Investigasi Juranlistik ke Papua

Presiden Republik Humor Indonesia berkelamin lelaki bernama Darminto M.Sudarmo mendadak sidak ke Bu Letin. Ada apa? “Ini soal LSI,”ucap beliau,”Dari berbagai survey menempatkan Susilo Bambang Budiono menjadi nomor satu! Angka 70% angka fantastis! Tapi kenapa pada akhirnya tidak begitu? Ada apa dengan LSI?”
“Maaf, Tuan Presiden,”ujar Kardy Syaid,”Menganalisa hasrat hajat rakyat tidak bisa cuma melalui kuis, matrik dan bernara sumber telpon. Itulah sebabnya LSI…”
“Iya tapi kenapa Papua yang akhirnya menjadi pemenang?”potong Darminto,”Kenapa Jayapura? Kenapa Wamena? Kenapa tidak Persik Kediri? Kenapa tidak Persija Jakarta? Kenapa tidak Persib Bandung? Lah malah PSIS Semarang terpurukkkkkkk? Kenapaaaaaa?”
“Nuwun sewu, Tuan Presiden,”ucap Reni Teratai Air seraya menyodorkan sego kucing pasar Johar Semarang kesukaan Darminto,”Survey LSI itu emang menempatkan SBY Budiono di tempat yang terbaik. Pilpres cukup sekali putaran saja. Langsung jreng SBY jadi presiden. Lah, kalau hasilnya ternyata lain, ternyata Jayapura berjaya! Bahkan Wamena juga kalahkan Medan 5-0 singkirkan Persib….ini semata-mata soal ndilalah kersaning Gusti Allah.”
Darminto mengekrenyitkan dahinya. “Jadi benar bola itu bundar? Lain di atas kertas, lain pula di atas sajadah shalat.”ucap Darminto, lega.
Darminto kini melirik Foeza Hutabarat.
“Foezaaaaaaa,”tiba-tiba Darminto berteriak,”Adakan investigasi kultural antropoligialisme di Papua! Ada apa dengan jiwa manusia Papua.”
“Punten maaf, Tuan Presiden,”potong Kardy Syaid,” Kalau namanya masih Irian Barat, memang pantas yang invenstigasi Foeza Hutabarat. Sekarang namanya Papua….jadi gimana kalau Paitua Tandi Skober yang terbang ke Papua?”
Berikut laporan Tandi Skober langsung dari puncak Gunung Kebar, Manokwari Papua!

AIR MATA PAPUA
Fafisu saswar ku bena ro Pasir Putih, syambilab isyof fioro imnisra bom Umsini. Na byekakop beyuser ro wamo Manokwari, Ifar maimnis rusa bero abris Rendani.
(Kisah kasih kita di Pasir Putih,
teguh abadi seperti Gunung Umsini.
Akan terukir lintas angin Manokwari,
berlari bagai rusa di rumput datar Rendani.)

SUARA ini meski samar selalu hadir di telinga Karel Yewun. Lirih. Mengalir dan sendu. Dan ini amat dinanti Karel setiap kali bulan purnama melintasi lengkung langit pantai pasir putih Papua- Manokwari. Seperti malam ini, dan juga ratusan malam sebelumnya, Karel Yewun, lelaki berusia senja itu tetap duduk di hamparan pasir putih, menatap bulan purnama yang merangkak
di kaki langit malam, mencahayai pulau kecil Marsinam. Ia kumpulkan pasir, menatanya lantas berteriak: "Kitorang hilang! Laut telan saya punya maitua! Derisna kembalilah ke Tanah Papua."
Itu nama istrinya. Dan itu pula yang ia teriakkan ulang di istana pasir itu, terus-menerus. Di sini ada derita dan penantian panjang yang meletihkan. Meski begitu Karel percaya bahwa Derisna itu masih ada di suatu tempat, entah di mana. "Tuhan tentu tidak tidur," bisiknya seraya pelan-pelan menabuh tifa, "Suatu saat Derisna pasti dilepas dari persembunyian takdir."
Karel tengadah mencari Tangan Tuhan. Tapi, seperti ratusan malam sebelumnya, ia cuma melihat kesunyian bulan purnama. Dan didekapnya tifa, ditabuhnya amat teratur mengiringi nyanyian sunyi lelaki tua di tepi laut: "Fafisu saswarku bena ro Pasir Putih, syambilab isyof fiaro imnisra bon Umsini, Na byekakop beyuser ro wamo Manokwari, ifrar maimnis rusa bero abris Rendani."

***

ITULAH deret kalimat yang kutulis atas nama negeri sunyi Kasuari. Mungkin sebuah catatan kecil. Tapi selalu saja imajinasiku macet. Dan tak pernah bisa saya selesaikan, meski cuma dalam format cerita pendek. Soalnya, "Karel Yewun itu tidak sekadar cerpen," laporanku ke Darminto M.Sudarmo, "Ini sejenis nestapa manusia ketika jembatan kinasih ambruk dan trauma prahara tanah Papua masih melintas-lintas."
Benar, Karel Yewun tak sekadar cerpen! Adalah lelaki berusia senja yang dengan cara aneh memasuki garis nasibku dan menggiringku pada perumitan lakon kisah kasih yang tidak kumengerti.
Awalnya cuma saling pandang di dermaga pelabuhan Manokwari, Papua.
Sore itu sorot matanya tajam. Menatapku hangat. Ia memanggul pohon pisang dan berkali-kali menepuk bahuku. "Bapak apa lihat saya punya maitua-kah?"tanyanya, "Namanya Derisna. Kapal ini pasti membawa Derisna. Bapak bisa tolong saya bawa ke atas kapal. Nanti Bapak boleh ambil saya punya pisang."
Sesaat saya terhenyak. Hari pertama di bumi Papua menjadi amat spesial.
Saya mengangguk. Dan kubawa lelaki tua itu ke atas kapal. Tapi, nihil!
Perempuan itu tidak ia dapatkan. "Ah, Tuhan belum melepaskan maitua-ku,"ucap lelaki tua itu lesu. Dan dengan langkah lunglai ia tinggalkan saya begitu saja.
Tentu saja saya kecewa. "Ah, tak mesti kecewa, Skober," ucap Inyo Koirewa, temanku dari Cendrawasih Post, "Karel Yewun memang aneh. Setiap kali kapal berlabuh dipastikan ia ada di dermaga kapal. Ia yakin kapal itu membawa istrinya pulang."
Saya manggut-manggut. Tidak cuma di Papua, di hampir semua negeri kadang didapatkan orang-orang aneh. Tapi, Karel tidak cuma aneh juga cenderung absurd. Ini saya ketahui minggu siang, di sebuah bukit Jipang. Di sini saya lihat Karel duduk di akar pohon matoa. Matanya sunyi menatap dua tiang bendera yang dibuat dari bambu.
Saya terkejut. Soalnya bendera yang dikibarkannya itu adalah Bendea Bintang Kejora dan satu laginya bendera Republik Indonesia. Dua bendera itu meski lusuh dan kumal tapi masih memiliki pesona kultural.
Karel Yewun juga terkejut ketika bahunya saya tepuk. "Apa kabar Paitua?"sapaku.
Lelaki itu berdiri. Tubuhnya gemetar. Mulutnya terkatup rapat. Menggigil ketakutan. Ia segera mundur, membuat jarak denganku. Saya saksikan matanya menyiratkan rasa takut yang luar biasa. Ia cepat-cepat mencabut dua tiang bendera itu sekaligus. Usai itu. Karel memeluk kakiku, erat-erat.
Meratap, "Ampun, Bapak. Derisna itu maituaku. Ini cuma bendera kami punya cinta. Betul, Bapak. Saya adalah Irian, ikut Republik Indonesia, anti Nederland. Biarkan kami hidup. Ampun, Bapak. Ini bendera Bintang Kejora tapi juga Merah Putih, Bapak."
Bah! Apa sebenarnya yang terjadi? Ini membuatku terbingung-bingung.
Saya duduk berhadap-hadapan. Saya pandang amat dalam matanya itu.
Ia menunduk, memegang erat dua bendera itu. Saya sadar, dalam diri lelaki ini ada trauma masa lalu. Trauma dan rasa takut yang tidak bisa ia taklukkan.
"Tolonglah, Bapak," ucapnya lagi, "Derisna itu hidup saya. Bapak boleh ambil saya punya pisang, tapi beri kami hidup, Bapak."
Saya menghela napas dalam-dalam. Ada duka yang sulit saya tulis dengan tinta berdarah sekalipun. Terlebih lagi ketika lelaki tua itu menciumi selendang mega mendung. Ia menangis. Meratap. Menyebut nama Derisna terpatah-patah.
Saya pegang kedua tangannya, "Pandang mata saya, Paitua," ucapku, "Nama saya Tandi Skober. Saya dari Jurnalisme Gerr, Bapak... Paitua tidak usah takut."
"Bapak itu pendatang? Jawa-kah?"
Saya mengangguk. Tapi, Karel mundur beberapa meter. Saya makin tak mengerti. Saya coba merogoh kantong celanaku, berniat mengambil rokok. Anehnya, ia terbelalak. Ia melihat kantong celanaku. Dan ketika mancis korek api bentuk pistol-pistolan itu saya keluarkan, lelaki itu langsung
lari,seraya berteriak, "Ampun Bapakkkkkkk!"
Lari, lari, dan terus lari!
Ini aneh!
"Itu tak aneh," ucap Robert Kawer suatu sore seraya memandang pantai pasir putih Manokwari. "Sudah dua puluh sembilan tahun Karel ditelikung trauma masa lalunya."
"Sudah tiga puluh sembilan tahun?"
"Betul, Bapak. Tepatnya sejak 1969."
Saya sedot kretek dalam-dalam. Kulayangkan pandang merayapi pantai indah ini. Dan astaga, di ujung selatan Pantai Marsinam saya lihat Karel Yewun.
"Itu Karel, kan?"
"Betul. Di kota ini cuma ada satu lelaki tua yang selalu membawa tiang bendera, ke mana pun pergi. Istrinya itu anak tentara Jawa."
Saya mengangguk. Dan pelan-pelan saya melangkah mendekati Karel. Di sini, ternyata ia sedang membuat rumah-rumahan dari tumpukan pasir. Dua tiang bendera ia jadikan pilar pembatas `istana pasir` itu. Ia tampak ceria. Saya dekati tapi ia tak peduli. Bahkan kini dituturkan menolog sunyi. "Kisah kasih kita, Derisna adalah pasir putih tanah Papua. Laut akan menjadi pengikat cinta, dan ombak menjadi tikar harapan masa depan kita."
Sesaat ia tersenyum. Ia sepertinya sedang membelai anak-anak rambut Derisna. "Ah, tidak," ucapnya lagi, "Mustahil Abang tinggalkan tanah ini. Negeriku adalah pasir putih. Indah setiap kali disentuh cahaya matahari. Kukuh bagai deret Pegunungan Arfak. Dan? Ah, kamu salah, Derisna.
Ini istana pasirku. Kamu lihat kan?"
Karel tertawa. Ia kumpulkan pasir sebanyak-banyaknya. Dan dengan amat cekatan tumpukan pasir itu dibentuk sedemikian rupa laksana istana mewah.
"Lihat istana ini, Derisna. Kita akan membangun rumah mewah di tepi laut. Hingga setiap bangun pagi kita akan melihat batas langit, mendengar suara ombak dan merasakan sentuhan angin pantai dari Pulau Marsinam. Lihat, Derisna."
Kini lelaki itu merenggangkan tangan lebar-lebar. "Lihat ini Papua, Derisna. Luar biasa, indah. Tuhan menciptakan Papua dari permadani hijau Nirwana. Maka kabarkan pada orang tua kamu bahwa kamu dipersunting lelaki surga bernama Karel MP Yewun!"
Saya hela napasku, dalam-dalam. Ekspresi wajah Karel amat impresif. Tapi itu cuma sesaat. Pada saat lainnya, lelaki itu mendadak tengadah. Pesawat Merpati dari Bandara Rendani melintas meninggalkan suara gemuruh yang deras. Karel Yewun cemas. Dan, menutup telinganya rapat-rapat. "Pesawat iblis!" Karel berteriak. Ia cabut tiang bendera dan berlari amat kencang.
Saya geleng-geleng kepala. Masih sempat saya dengar teriakan Karel, "Lari, Derisna! Lari! Ayo lari! Itu pesawat setan! Itu pesaweat tentara Jawa yang bom bom bom! Biarkan istana pasir itu hancur. Kita harus lari! Kita tidak boleh mati. Lariiiii!"
Ketika saya ikuti, ternyata Karel bersembunyi di sebuah terowongan peninggalan tentara Jepang. Ia ketakutan. Dan ia memeluk sesuatu yang tak jelas. "Abang akan memelukmu, Derisna. Sampai kita tidak lagi mendengar suara maut itu. Iya, sayang. Abang akan tetap memelukmu. Duduk kamu agak ke kiri, Derisna. Nah, di sini. Aman."
Hingga malam hari saya tidak bisa melupakan trauma psikomotik Karel itu.
Ada apa dalam diri Karel?
"Sudahlah, kamu lupakan kisah kasih pasir putih itu, Tandi," ucap Dikcy Gedy, "Kamu laporkan saja soal lainnya ke boss kamu di Jurnalisme Gerr itu.”
Ternyata sulit untuk dilupakan.
Sinar mata sunyi lelaki tua itu, ketakutan-ketakutan itu, dan menolog cinta itu mustahil saya lupakan. Saya ingin mempertemukan Derisna dengan Karel Yewun. Ini pun bila Derisna masih hidup. Caranya?
Saya kirim draft investigasi ke Foeza Hutabarat dalam bentuk cerpen bertajukl "Deritamu, Derisna" Dua hari kemudian, telepon HP berdering. Saya angkat kop telepon.
"Ini08170215628, Manokwari, rumah Bapak Tandi Skober?"
"Ya, saya sendiri," jawabku.
"Nama saya Frederich," ucapnya bersemangat, "Kapten Infanteri Frederich MF Yewun. Saya baca investigasi Bapak di Buletin Gerr. Saya yakin Karel Yewun itu ayah saya. Ibu saya bernama Derisna."
Bah! Luar bisa. Ini angin surga. "Ibu Derisna masih hidup kan?" tanyaku.
"Ibu sehat, Pak. Dan tetap menanti ayah." Suara itu agak tersendat. "Saya akan menjemput ayah."

***

KAREL Yewun menatap lurus kapal Rinjani yang bersandar di pelabuhan Manokwari. Sorot matanya tajam. Dan dari ketinggian bukit Jipang, lelaki tua bertelanjang dada itu tiarap. Lantas merayap di antara deret pohon Arokakia di atas tanah becek menuju bibir bukit. Setiap kali melewati akar-akar pohon raksasa itu, ia mendongakkan kepala menatap laut, kapal, dan deret Pegunungan Arfak. Persis di bibir bukit, Karel memeluk akar pohon besar matoa. Di ujung atas pohon itu ada anggrek
hutan eucaolitus. Ia ingin raih anggrek itu. Tapi mustahil. Sesaat Karel menghela napas. Tapi pada saat lain ia kembali menatap laut, kapal, dan deret Pegunungan Arfak.
Hingga ketika sirene stoom kapal memuncratkan suara khas, menyentak memasuki gendang telinganya, Karel pun berdiri dan berteriak: "Saya punya anak pulang!"
Teriakan lelaki tua, hitam keriting itu diucapkan berkali-kali. Ia lebarkan tangan seraya berteriak, "Ooooi.Fioro kwar kamam iwape. Romawa ayeja ibur ma dun ori" (Sudah lama ayah menanti. Kini anakku pulang membawa matahari). Dan Karel lari makin kencang bagai kijang. Menuruni bukit,
menerobos hutan, menuruni bukit, memasuki Kota Manokwari. Di setiap langkahnya itu ia nyanyikan lagu "Madun Ori".
Di dermaga pelabuhan, saya jabat erat Karel Yewun. Ia menatapku.
Dahinya berkerut.
"Bapak Tandi Skober? “
“Hmm…yah. Tadinya mau meliput sepak bola..”
“Bapak orang baik. Tuhan memberkati Bapak. Apakah Bapak mau jemput Bapak punya istri?"
Saya tersenyum. Ia juga tersenyum. "Bapak bisa bawa saya naik ke kapal lagi kan?" pintanya, "Kapal ini pasti membawa saya punya maitua dan anak."
Saya mengangguk. Soalnya di belakang Karel ada wanita setengah baya, berkebaya batik motif mega mendung yang dipadu dengan selendang motif tifa Papua. Wanita itu adalah Derisna. Saya pegang bahu Karel.
"Coba Bapak lihat siapa di belakang Bapak," ucapku.
Karel Yewun membalikkan tubuhnya. Ia terpana. Derisna menunduk, menangis. Detik waktu berdetak. Dan? Ah, saya saksikan kisah kasih teramat manis untuk disimak. Kedua manusia yang terpisah 29 tahun itu berpelukan, berbisikan dan saling melepaskan rindu.
Sementara Kapten Infanteri Frederich MF Yewun yang berseragam tentara lengkap dengan
senjata laras panjangnya, juga menunduk. Ia saksikan temu kasih kedua orang tuanya.
Frederich melangkah mendekati ayahnya.
Karel Yewun menatap Frederich seraya masih memegangi wajah istrinya.
Frederich menghela napas panjang. Ia ingin memeluk erat ayahnya itu. Itulah sebabnya ia menempatkan senjata laras panjangnya di belakang punggung. Melihat senjata itu, Karel ketakutan. Tubuhnya gemetar. Keringat mengucur deras. Lantas, terduduk ambruk, memeluk kaki Frederich seraya meratap, "Ampun Bapak tentara. Ampun Bapak Tentara Jawa. Kami mau masih hidup, Bapak. Ampun. Bapak jangan tembak kami! Bapak boleh ambil pisang kami. Bapak boleh ambil kami punya banyak sagu. Tapi jangan tembak kami! Bapak lihat saya punya istri juga orang Jawa. Bapak…ampun…bapak. "
Air mata lelaki tua itu mengalir membasahi sepatu lars Frederich. Mengalir, menetes di tanah Papua.
Usai itu sunyi. Tak ada ratapan Karel Yewun. Lelaki tua di tepi laut itu dijemput pemilik kehidupan. Mati.
Senyap.
Saya kesal. "Seharusnya Frederich tidak berseragam tentara saat menjemput ayahnya itu," ucapku lirih.

Bandung, 11 June 2009 09:24:41



ISTRI LEBIH DARI SATU, WAY NOT?

Dua wanita di FB ini, dua hari ini, Nana dan Sanny Andari, luncurkan opini poligami. (Hmmm, sajak berakhiran huruf /i/ he he he puitis banget aku ini) Bagi manusia berkelamin lelaki, seperti redpel Kardy, reporter Tandi dan esais AS Atmadi, membuat ingin berlari, mengejar obsesi, yang kerap hadir dalam mimpi, untuk punya istri lebih dari sati. “Tandi, “ucap lirih Pemimpin Redaksi Foeza Hutabarat,”Kamu harus bisa bikin investigasi soal poligami. Sebelumnya kamu baca dulu opini Nana Zain dan Sanny. Ngerti?”
Aku mengangguk. Seperti makan obat, opini dua wanita itu aku baca sehari tiga kali. Hasilnya? Luar biasa! Tiba-tiba saya ingin punya istri lagi. Berikut hasil investigasi dalam bentuk wawancara saya dengan diri saya.

Tandi : Ok, Skober… ini pikiran yang diparkir di tempat yang salah.
Skober: Loh! Apa salah? Allah SWT merekomendasikan untuk beristri 2,3 dan 4 dalam Surah An Nisa ayat 3? “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap perempuan (yatim) maka nikahilah yang kamu senangi dari wanita-wanita (lain): dua, tiga atau empat. Lalu jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka seorang saja, atau hamba sahaya wanita yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniyaya.”
Tandi: Ayat itu amat jelas informasikan ” nikailah apa yang kamu senangi.” Bukan “nikailah siapa yang kamu senangi.” Apa artinya? Beda betul antara kata ‘apa’ dan ‘siapa’! Apa lebih dimaknai sebagai sesuatu yang melekat pada eksitensi seseorang. Bisa bermakna kata sifat, propesi, status dll dll. Orang bertanya ‘Apa kerjaan SBY?’ maka iklan menjawab “Bekerja untuk Rakyat” Lantas kalau dibalik “Siapa yang bekerja untuk rakyat” Maka dijawab “ Mantri suntik bernama Nina Zuliani yang tak pernah lelah melayani rakyat berobat ke puskesmas.”
Skober: Tapi tetep kan bisa beristri 2,3,4 ?
Tandi: Tidak dianjurkan untuk itu! Itu sudah jelas! Kata tuqsithu dan ta’dilu bermakna adil. Apa itu adil? Sebuah abstraksi gelap dalam sebuah kamar tanpa cahaya yang tidak bisa terdifinasikan. Dan ingat! Infomasi 2,3,4 itu dikaitkan dengan tuntutan keadilan terhadap anak yatim.
Skober:Artinya aku bisa nikahi para ibu dari sekian anak yatim? Seperti kata penyanyi Faiz Alatas “Banyak janda kuik-kuik dunia belum kiamat”
Tandi : Jangan buat joke! Ini seriu!
Skober: Maksud aku begini. Pria tidak pernah mengalami manopause. Syahwat pria jauh lebih panjang tak berbaras usia. Fakta menunjukan wanita seperti pohon karet yang pada usia tertentu tidak lagi keluarkan getah kenikmatan. Fakta mengatakan usia wanita lebih panjang dari lelaki. Fakta bicara bahwa manusia kawin antara lain dibutuhkan agar terjadinya temu kelamin….
Tandi: Itulah sebabnya Islam tidak melarang juga mengharuskan poligami! Dalam bahasa sederhana begini wahai Skober. Kamu berpenyakit kolestrol. Di atas meja makan ada 4 wanita bernama rendang daging, opor kambing, empal gentong, sambel goreng ati. Maka aku berkata “Kalau kamu takut tidak sakit kolestrol, maka ayo makan rendang, opor kambing, empal gentong, sambel goreng ati…..” Nah loh? Apa artinya? Ini gaya bahasa memerintah untuk tidak dilaksanakan.
Skober: Jadi? Aku makan apa?
Tandi: Makan yang biasa kamu makan. Kamu biasanya makan apa?
Skober: Istriku selalu masak daun ubi tumbuk. Emang sih ada ikan. Tapi ikan itu cukup dicelupkan sekitar tiga menit. Terus diangkat lagi. Disimpan lagi. Untuk dicelupkan lagi ke esokan harinya. Terus menerus begitu menu makananku.
Tandi:Yah sudah! Itu takdir kamu. Coba kalau kamu dulu jadi kawin dengan wanita padang pasti kamu disuguhi tiap hari ikan kepala kakap. Atau kamu kawin dengan perempuan Manado menu tiap harinya bubur, bubur dan terus bubur. Atau kamu kawin dengan cewek sensual Madura, kamu pasti dimasakin tongkat madura dan jamu sari rapet.

Skober diam. Ia pandangi istrinya bernama Nuriah Daulay. Lama dan amat lama. Ada alur cahaya subuh menerobos masuk dari kisi-kisi jendela menyentuh kacamata istrinya. Ia dengar suara risau istrinya membacakan Surah An Nisa ayat 129 “ Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat belaku adil di antara istri-istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian…….”
Skober membuka kacamata istrinya.
“Masih tetep keukeh ingin beristri lagi?” sapa istriku.
Skober mencium lembut kain mukenah yang dipakek istrinya. “Angan-angan manusia cenderung liar melebihi batas usianya, Nur,”ucap Skober lirih.
“Artinya kamu meyakini anagn-angan itu sebuah pembenaran untuk kawin lagi?”
Skober menggelengkan kepalanya.”Nur, ada tidak informasi dari Al Quraan yang khabarkan di surga kelak, tiap pria akan mendapatkan bidadari prawan suci lebih dari satu dan tetap prawan meski dipakek jutaan kali?”
“Insya Allah ada.”balas pendek Nuriah,
“Dan kamu?”tanya Skober.
“Insya Allah, aku ,istrimu ini, salah satu dari bidadari itu.”
Skober memeluk istrinya erat dan amat erat! Ia elusi alis mata istrinya……..

Bandung,10 June 20090 9:27:16




GAJI KE 13 PNS/ABRI: SIAPA YANG UNTUNG SBY. MEGA ATAWA JK?

Dari Redaksi
Indonesia, hari ini, masih diharu-biru berita-berita seputar Manoarah, Heli Gug Gug Jatuh, Kunjungan Anggota DPR RI ke Malaysia, Ambalat, juga persiapan peresmian jembatan Sarimadu. Berikut berita pilihan redaksi. Monggo pinarak………

Wassalam
Pemimpin Redaksi
ttd/cap jempol
FOEZA HUTABARAT

Monas Jakarta (09/06), Meski PNS kerap diakronimkan sebagai Pegawai Negeri Soliter disebabkan lebih suka main game soliter dibandingkan kerja main-main, toh pemerintah tutup mata dan keukeuh merencanakan memberikan gajih ke 13. Tapi hingga berita ini diturunkan, gajih ke 13 itu tak jua kunjung datang. Kenapa? “Loh, sekarang kan masih bulan ke-6,”komentar Menteri Duwit Sri Mulyasari kepada Kardy Syaid di dalam bus antarkota Mulya Bakti,”Namanya saja gajih ke 13 yah nanti setelah bulan ke-12.” Tidak dijelaskan oleh Sri apa memang ada bulan ke 13 setelah bulan Desember. Tapi dapat dipastikan kalender 2009 di beberapa negara masih menganut paham satu tahun itu 12 bulan.
Dari sumber lan, yang layak tidak dipercaya konon tak jua turunnya gajih ke 13 ini disebabkan LSI belum melaporkan hasil survey “Kandidat mana yang diuntungkan apabila Gajih ke 13 diluncurkan 15 hari sebelum Pilpres.”
Tim Sukses JK kepada Bu Letin berujar,”JK Win akan diuntungkan! Kau tengok Iklan, Kardy,”ujar Surya,” Orang tahu dan ngerti betul bahwa sukses swasembada beras berkat JK kan? Demikian juga gajih ke 13. Siapa yang mati-matian mempertahankan agar PNS/ABRI/Pensiunan dapat gaji ke-13? Yah JK! JK kan singkatn dari Janjikan Kesejahteraan.”
Sementara di tempat lain, Tim sukses SBY lebih andap asor, “Begini, Tandi,”ucap Andi Malahriang,” Pak SBY itu tahu betul gajih aparatur negara masih jauh panggang dari api. Maka bagaimana caranya agar panggang dan api itu dekat? Yah diberi gaji ke 13. Ini insisiatip asli SBY! Kamu kan tahu apa itu singkatran SBY? Sejahtera Bahagia hingga ke Yanakcucu!”
Gaji ke 13 juga ditunggu tim sukses Mega Pro. “Ohhhhh, bukan SBY atau JK, DPR lah yang menentukan adanya gaji ke 13 itu! “ucap Effendi Naibaho kepada Reni Teratai Air,”Sama seperti BLT. Lihat saja nanti! Pas gajih ke 13 turun, akan kami bentuk tim peneliti kantong PNS/Pensiunan/ABRI. Apa gajih ke 13 itu utuh diterima atau potong sanah-sinih.”
Lantas siapa yang diuntungkan bila gajih ke 13 turun pra pilpres? “Yah Prabowo! “ungkapTyas RSPD kepada Bu Letin,”Kenapa? Anak begawan ekonomi bernama Prabowo itu tahu betul bahwa tingkat penghasiln PNS yang dijewantahkan dalam gajih ke 13 akan berbadning lurus dengan tingkat kenaikan pulsa prabayar….”
Share this article :

0 comments:

Amir Taqi's Works

Amir Taqi's Works

Popular Posts

Related Blog or Site

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Kostum - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger | Distributed by Rocking Templates